CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Rabu, 06 Januari 2010

4.15.3.3 Presiden Megawati
sangat peduli masalah tenaga kerja Indonesia (TKI). Dia adalah
pionir dibandingkan kandidat presiden lainnya, dalam memberikan perhatian
serius terhadap nasib para TKI di luar negeri.
Hal itu kembali ditegaskan pada Rekommendasi-5 Mega-Hasyim, yang
mencantumkan Undang-undang Buruh Migran.
Ini merupakan langkah proaktif untuk melindungi para penghasil devisa negara
terbesar nomor tiga.
Upaya positif lainnya yang patut disyukuri adalah kebijakan satu pintu (one
gate policy) di Batam, Provinsi Kepulauan Riau yang bertujuan untuk
mengawasi berbagai aktivitas menyangkut pengiriman serta pemulangan para
TKI.
Selain itu, ditempuh jalur diplomasi, pengawasan dan peraturan ketat untuk
Perusahaan Jasa TKI (PJTKI) dan mendirikan lebih banyak pusat pelatihan
untuk mempersiapkan para tenaga kerja menghadapi dunia kerja di luar
Indonesia.
Tatapan Hangat
Pada saat kami bertemu di kediamannya di Jalan Teuku Umar, Ibu Mega selalu
menyambut dengan senyum keibuan dan tatapan hangat seraya berkata:"Bagaimana
kabar hari ini, sehat?" Sebuah sapaan sederhana namun menyejukkan hati.
Di kediamannya, saya sering melihat Ibu Mega menjalankah ibadah lima waktu
(sholat), meyeduh teh untuk suami tercinta, mengemong cucu serta mengurus
tanaman.
Di tengah kesibukannya sebagai presiden, Ibu Mega mampu melaksanakan
tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga sekaligus nenek bagi cucunya.
Seperti halnya seorang ibu memperlakukan putra-putrinya, bila Ibu Mega
tampak mengomel kepada "anak-anaknya" saat berlangsung rapat internal
partai, semata-mata hanya sebuah ekspresi kecintaan tulus seorang ibu.
Jujur saja, saya sebagai "anak" mulai memahami situasi dan kondisi PDI
Perjuangan ketika partai ini tampil sebagai pemenang pada Pemilihan Umum
(Pemilu) 1999. Ibu Mega tetap optimistis menerima tongkat estafet
kepemimpinan yang diserahkan kepadanya untuk memimpin negara yang dihuni 217
juta penduduk dalam kondisi sosial-ekonomi yang kocar-kacir. Bila dalam
penampilannya Ibu Mega, seperti halnya para ibu lainnya, tampak kesal,
semuanya itu masih di dalam koridor cinta kasih.
Ketika Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) memberikan mandat sebagai
Presiden RI kelima, menggantikan Presiden Abdurrahman Wahid pada 21 Agustus
2001, Ibu Mega mewarisi krisis multidimensi pemerintahan Orde Baru.
Ketika itu, rakyat harus antri sembako (sembilan bahan pokok), nilai tukar
rupiah anjlok terhadap US$ (dolar AS), terjadi kerusuhan di berbagai daerah,
penembakan mahasiwa (Trisakti dan Semanggi I/II) dan penculikan ribuan orang
yang sampai saat ini tidak diketahui rimbanya.
Salah seorang korban penculikan adalah suami sahabat saya, bintang film Eva
Arnaz. Selain itu, masih terbayang dalam ingatan kita semua, peristiwa
memilukan yang terjadi di kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, 27 Juli 1996.
Itulah salah satu kelebihan seorang pemimpin perempuan bernama Megawati yang
tangguh dan kukuh pada kodratnya.
Tatapan hangat Ibu Mega tidak sirna. Selama dua tahun 10 bulan masa
pemerintahannya, Ibu Mega dan tim ekonominya, berhasil memerdekakan
Indonesia dari cengkraman Dana Moneter Internasional (International Monetary
Fund/IMF), yang sangat diangungkan pemerintahan Orde Baru.
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) juga dibubarkan dan Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) berhasil mencatat rekor dalam sejarah bursa efek di
Tanah Air, setelah berhasil menembus angka 800, pertengahan Mei lalu. Hal
ini membuktikan, aktivitas ekonomi makro sudah berdenyut dan pulihnya citra
Indonesia di mata internasional.


4.15.3.4 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Arah kebijakan pemerintah SBY saat ini yang cenderung neoliberalistik dinilai tidak sehat dan melanggar konstitusi. Namun, ia menyatakan pergeseran arah kebijakan itu sudah mulai dilakukan oleh SBY menjelang akhir masa pemerintahannya yakni dengan diturunkannya harga bahan bakar minyak. Sehingga, lanjut dia, masih ada ruang untuk meneruskan koalisi antara PKB dan Demokrat.
Presiden SBY mengajak semua pihak, terutama dunia pendidikan, merumuskan bagaimana bentuk konstruksi perekonomian dengan mengedepankan beberapa hal. Pertama adalah pendekatan pengetahuan dan budaya. Pembangunan, menurut Presiden, harus bisa mengakomodasi baik aspek pengetahuan maupun segi budaya tanpa harus membedakan-bedakan keduanya.
Berikutnya, Presiden SBY menghendaki adanya upaya peningkatan ekonomi yang sustainable and green. Artinya, proses pembangunan harus berjalan sinambung tanpa mengorbankan lingkungan alam. Tidak dibenarkan melakukan eksploitasi lingkungan untunk tujuan pembangunan tanpa melindungi lingkungan itu sendiri.
Selanjutnya, upaya pembangunan tidak boleh bias dan terdisorientasi oleh kepentingan-kepentingan tertentu. Kondisi tersebut akan menyebabkan pemerataan pembangunan tidak tercapai.
Presiden SBY juga mengingatkan agar perekonomian Indonesia tidak bergantung pada ekspor. Pola-pola pembangunan ekonomi yang mengedepankan ekspor seperti di negara-negara Taiwán, Korea Selatan, atau Singapura, menurutnya tidak cocok diterapkan di Indonesia. "Negara kita memiliki ratusan juta penduduk dan bisa menjadi pasar", ungkapnya untuk mengedepankan pasar domestik.
Himbauan untuk menghidupkan semua simpul-simpul di tiap-tiap dimensi wilayah, baik di kabupaten, kota, propinsi, dan di tiap-tiap pula juga disampaikan Presiden SBY. Upaya itu untuk memacu kerja dari seluruh lini-lini pemerintahan di Indonesia.
Presiden SBY juga mengungkapkan komitmennya untuk tidak mengandalkan anggaran yang bersumber dari luar negeri. "Kalau ada, lebih baik diupayakan saving", tuturnya. Pangan dan energi yang menjadi kebutuhan dasar rakyat juga harus bisa mandiri tanpa mengandalkan dari hasil pinjaman.
Selama ini selalu ada dikotomi antara keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif. Padahal pembahasan semacam itu justru menghambat upaya pembangunan itu sendiri.

0 komentar: